Powered By Blogger

Laman

Sabtu, 17 April 2010

ANALISIS ( TEORITIS DAN EMPIRIS ) PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN LAHAN DAN TERHADAP MIGRASI PENDUDUK

URBAN & REGIONAL PLANNING
ANALISIS ( TEORITIS DAN EMPIRIS ) PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN LAHAN DAN TERHADAP MIGRASI PENDUDUK



AHMAD ROYHAN M HARAHAP 06 0404 105













DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010

ANALISIS (TEORITIS DAN EMPIRIS) PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN LAHAN DAN TERHADAP MIGRASI PENDUDUK

I. PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN
A. KEGUNAAN TATA GUNA LAHAN
 Antar guna lahan yang berdekatan agar tidak saling menganggu (misal: industri dekat permukiman; tempat pembuangan sampah akhir dekat permukiman).
 Guna lahan berdekatan dapat saling menunjang; dan guna lahan tertentu berlokasi lebih tepat (misal: perdagangan di pusat kota, sedangkan permukiman di sekitarnya agar belanja sama dekatnya dari semua asal perjalanan)
 Pengaturan sebaran guna lahan sedemikian rupa sehingga mempunyai pengaruh (beban) terbaik bagi transportasi

B. SISTEM-SISTEM YANG MEMPENGARUHI TATA GUNA LAHAN
 Sistem Kegiatan (guna lahan mencerminkan macam kegiatan yang berlangsung di atas lahan tsb.). Macam guna lahan: permukiman, perdagangan, perkantoran, pendidikan, rekreasi, industri, dsb
 Sistem Pengembangan lahan (ada lahan yang belum dikembangkan untuk fungsi perkotaan, dan ada yang sudah). Macam guna lahan: pertanian, hutan, dan area terbangunSistem Lingkungan (lokasi sumberdaya yang perelu dilindungi dan lokasi pemakai sumberdaya). Macam guna lahan: kawasan lindung, kawasan budidaya

C. TEORI EMPIRIS TATA GUNA LAHAN
 Konsep Zona Konsentrik (Burgess 1923, model ini diangkat dari kasus kota Chicago sbg. kota radial, berlapis-lapis)
 Konsep Sektor/Busur daerah (Hoyt 1939, memperbaiki konsep Konsentrik, bahwa ada area kota yang berkembang secara busur/sektor karena factor kebutuhan kedekatan antar guna lahan yang sama)
 Konsep Pusat Ganda (McKenzie 1933 dan Harris & Ullman 1945, berpendapat kota tdk selalu berkembang dari satu pusat kota tapi sering punya banyak pusat kota; makin besar kotanya, makin banyak pusatnya).
D. TEORI EKSPLANATORIS TATA GUNA LAHAN
 Teori Klasik guna lahan (Alonso 1960): bersumber pada teori ekonomi yaitu interaksi nilai lahan dan penggunaan lahan (antara permintaan dan penyediaan).
 Teori guna lahan yang berorientasi ke Transportasi (Wingo 1961) berbasis teori ekonomi yaitu keseimbangan antara kemampuan membayar transportasi dengan nilai lahan (akibat fungsi jarak ke pusat kota). Yang jauh, nilai lahan murah tapi biaya angkutan mahal.
 Teori nilai sosial (Walter Firey 1947) bahwa lahan tdk hanya dilihat secara ekonomis tapi juga nilai sosial, rasa (taste) dan simbol. Meskipun jauh dari kota bisa mahal karena sudah jadi simbol perumahan orang kaya.

CONTOH EMPIRIS ( KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO 1998 – 2004)

Pertambahan jumlah penduduk, baik yang bersifat alami maupun migrasi merupakan salah satu penyebab meningkatnya jumlah penduduk membawa pengaruh terhadap meningkatnya kebutuhan ruang. Meningkatnya jumlah penduduk membawa pengaruh terhadap meningkatnya kebutuhan akan permukiman, fasilitas jalan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan fasilitas pelayanan umum dan lainnya. Hal ini juga terjadi di Wilayah Kecamatan Sukoharjo disajikan pada tebel 1.1 berikut.

Tabel 1.1. Data Jumlah Penduduk
Kecamatan Sukoharjo dirinci per kelurahan
Tahun 1998 & 2004.




Kabupaten Sukoharjo terdiri dari 12 Kecamatan yang terdiri dari 167 desa/kelurahan. Luas wilayah Kabuaten Sukoharjo tercatat 46.666 ha, di mana Kecamatan terluas adalah Kecamatan Polokarto yaitu 6.218 ha sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Kartasura yaitu seluas 1.923 ha. Adapun lebih jelasnya disajikan pada tabel 1.2 berikut.

Tabel 1.2 Data Luas Wilayah Kabupaten Sukoharjo
Dirinci per Kecamatan Tahun 1998 dan 2004

Kecamatan Sukoharjo merupakan pusat Kota Kabupaten Sukoharjo, di mana berbagai jenis kegiatan berpusat di Kecamatan Sukoharjo. Secara administratif, di bagian Utara Kecamatan Sukoharjo berbatasan dengan Kecamatan Grogol, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Nguter, di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bendosari, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tawangsari dan Kabupaten Klaten.

Berdasarkan pembagian wilayah administrasinya Kecamatan Sukoharjo dibagi menjadi 14 kelurahan, adapun disajikan pada gambar 1.1. Dalam strategi pengembangannya, Kota Kecamatan Sukoharjo dibagi menjadi 5 (lima) Bagian Wilayah Kota (BWK). Pembagian wilayah kota ini didasarkan pada struktur pelayanan yang direncanakan dan disesuaikan dengan kecenderungan perkembangan.

Adapun arahan pembagian BWK adalah sebagai berikut:

a). Bagian Wilayah Kota I (BWK I)
BWK I meliputi Kelurahan Sukoharjo, Jetis, Joho, Gayam dan mempunyai luas sekitar 1108 Ha. BWK I ini merupakan pusat perkembangan Kota Kecamatan Sukoharjo dan dilalui oleh jalan utama kota dan merupakan jalan regional di samping sebagai pusat kegiatan pelayanan umum tingkat Kabupaten juga merupakan titik pertumbuhan kota dan pusat kegiatan utama. Selain itu BWK I diperuntukan sebagai pusat pelayanan umum, perkantoran tingkat Kabupaten, perdagangan, jasa, permukiman, fasilitas social dan umum, campuran, industri dan transportasi dengan dominasi fungsi kawasan sebagai pelayanan umum dan perkantoran tingkat kabupaten.


b). Bagian Wilayah Kota II (BWK II)
BWK II meliputi Kelurahan Mandan dan Begajah dengan luas wilayah sekitar 536 Ha. Bagian Wilayah Kota II (BWK II) diperuntukan sebagai kawasan penunjang pusat kota, permukiman, pertanian, fasilitas sosial dan umum, transportasi dan fungsi campuran, dengan dominasi fungsi kawasan sebagai pemukiman.
c). Bagian Wilayah Kota III (BWK III)
BWK III meliputi Kelurahan Bulakrejo dan Sonorejo dengan luas wilayah sekitar 859 ha. Bagian Wilayah Kota III (BWK III ) diperuntukkan sebagai kawasan pemukiman, fasilitas sosial dan umum, campuran dan pertanian, dengan domonasi fungsi kawasan sebagai kawasan pemukiman.
d). Bagian Wilayah Kota IV (BWK IV)
BWK IV meliputi wilayah Kelurahan Dukuh, Bulakan, Kriwen dengan luas wilayah sekitar 1009 ha. Bagian Wilayah Kota IV (BWK IV) diperuntukkan sebagai kawasan pemukiman, industri non polutan, perdagangan jasa, fasilitas sosial dan umum, campuran dan pertanian dengan dominasi sebagai kawasan industri non polutan, perdagangan dan jasa.
e). Bagian Wilayah Kota V (BWK V)
BWK V meliputi wilayah Kelurahan Combongan, Kenep dan Banmati dengan luas wilayah sekitar 964 ha. Bagian Wilayah Kota V (BWK V) diperuntukkan sebagai kawasan permukiman, industri non polutan, fasilitas sosial dan umum, campuran dan pertanian dengan domonasi fungsi sebagai kawasan industri non polutan dan pertanian.
(RUTRK Kecamatan Sukoharjo tahun 2005).


II. KETERSEDIAAN LAHAN BUDI DAYA

Pertambahan penduduk kota di Indonesia mendorong meningkatnya kegiatan kehidupan sosial dan ekonomi di kota yang selanjutnya menyebabkan kenaikan kebutuhan akan lahan. Kebutuhan lahan wilayah perkotaan terutama berhubungan dengan perluasan ruang kota untuk digunakan bagi prasarana kota seperti perumahan, jaringan air minum, jaringan sanitasi, taman-taman kota dan lapangan olah raga. Penyediaan lahan yang sangat terbatas untuk mencukupi kebutuhankebutuhan tersebut cenderung mengakibatkan kenaikan harga lahan yang selanjutnya mendorong meluasnya spekulasi tanah sehingga menyebabkan pola penggunaan lahan yang kurang efisien di perkotaan, selain itu perkembangan kota yang pesat akan cenderung menurunkan kualitas lingkungan kota, seperti menurunnya kapasitas dan kualitas air, terutama air tanah apabila tidak dikendalikan secara baik.



Jumlah penduduk yang selalu mengalami perubahan, mengakibatkan kebutuhan ruang sebagai wadah kegiatan perkotaan juga berubah terus menerus. Ruang dalam hal ini adalah lahan, keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan kehidupan manusia, karena lahan merupakan wadah tempat berlangsungnya berbagai aktivitas untuk menjamin kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, dinamika kehidupan sejumlah pcnduduk di suatu daerah akan tercermin hubungan interaksi aktivitas penduduk dengan lingkungannya.

Bertambahnya penghuni kota baik yang berasal dari penghuni kota maupun dari arus penduduk yang masuk dari luar kota mengakibatkan bertambahnya perumahan perumahan yang berarti berkurangnya daerah-daerah kosong di dalam kota (Bintarto, 1977). Masalah-masalah yang ditimbulkan akibat pemekaran kota adalah masalah perumahan, masalah sampah, masalah bidang lalu-lintas, masalah kekurangan gedung seko1ah, masalah terdesaknya daerah persawahan di perbatasan luar kota dan masalah administratif pemerintahan (Bintarto, 1980). Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka diperlukan ruang-ruang kosong di dalam kota, sehingga mengakibatkan bentuk penggunaan lahan tidak hanya mengalami perubahan dari lahan kosong saja tetapi juga dari lahan yang sudah terbangun. Sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, proses perubahan bentuk penggunaan lahan ini akan berlangsung terus-menerus secara berkesinambungan.

Berbagai bentuk pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada saat ini, terutama pembangunan yang bersifat fisik tidak luput dan kebutuhan akan lahan. Pemenuhan kebutuhan lahan untuk pembangunan dan aktivitas manusia merupakan salah satu sebab terjadinya dinamika penggunaan lahan di atas disebabkan oleh faktor-faktor saling berpengaruh antara lain pertumbuhan penduduk, pemekaran atau perkembangan daerah terutama daerah perkotaan ke daerah pedesaan dan kebijaksanaan pembangunan pusat maupun daerah (Hauser, 1985 dalam Bintarto 1986).

A. Klasifikasi bentuk penggunaan lahan perkotaan
 Perumahan: termasuk lapangan rekreasi dan kuburan
 Lahan perusahaan terdiri dari, kantor-kantor non instansi pemerintahan, gudang.
 Lahan industri: Pabrik, percetakan dll
 Lahan untuk jasa: Rumah sakit, instansi pemerintahan, terminal, pasar, bank dll
 Lahan kosong



Ditinjau dari ruang dan waktu maka penggunaan lahan oleh manusia atas wilayah yang sedemikian luas dan terbesar seperti Indonesia adalah sangat komplit, sehingga untuk mengadakan inventarisasi dan yang lebih penting untuk memantaunya merupakan suatu tugas yang sangat besar bahkan ada periode dimana pembangunan dan kerusakan lahan sedang berjalan dengan kecepatan besar, maka kebutuhan akan data penggunaan lahan yang mutakhir pada saat ini dirasakan sangat penting (Malingreau, 1978 dalam Sugiharto Budi S, 1999).

Perubahan penggunaan lahan pada dasarnya adalah peralihan fungsi lahan yang tadinya untuk peruntukan tertentu berubah menjadi peruntukan tertentu pula (yang lain). Dengan perubahan penggunaan lahan tersebut daerah tersebut mengalami perkembangan, terutama adalah perkembangan jumlah sarana dan prasarana fisik baik berupa perekonomian, jalan maupun prasarana yang lain. Dalam perkembangannya perubahan lahan tersebut akan terdistribusi pada tempat-tempat tertentu yang mempunyai potensi yang baik. Selain distribusi perubahan penggunaan lahan akan mempunyai pola-pola perubahan penggunaan lahan menurut Bintarto (1977) pada distribusi perubahan penggunaan lahan pada dasarnya dikelompokkan menjadi :
 Pola memanjang mengikuti jalan
 Pola memanjang mengikuti sungai
 Pola radial
 Pola tersebar
 Pola memanjang mengikuti garis pantai
 Pola memanjang mengikuti garis pantai dan rel kereta api

T. B Wadji Kamal (1987) menjelaskan pengertian perubahan penggunaan lahan yaitu : Perubahan penggunaan lahan yang dimaksud adalah perubahan penggunaan lahan dari fungsi tertentu, misalnya dari sawah berubah menjadi pemukiman atau tempat usaha, dari sawah kering berubah menjadi sawah irigasi atau yang lainnya. Faktor utama yang mendorong perubahan penggunaan lahan adalah jumlah penduduk yang semakin meningkat sehingga mendorong mereka untuk merubah lahan. Tingginya angka kelahiran dan perpindahan penduduk memberikan pengaruh yang besar pada perubahan penggunaan lahan. Perubahan lahan juga bisa disebabkan adanya kebijaksanaan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di suatu wilayah. Selain itu, pembangunan fasilitas sosial dan ekonomi seperti pembangunan pabrik juga membutuhkan lahan yang besar walaupun tidak diiringi dengan adanya pertumbuhan penduduk disuatu wilayah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi perubahan penggunaan lahan tersebut pada dasarnya adalah topografi dan potensi yang ada di masing-masing daerah dan migrasi penduduk.


III. MIGRASI PENDUDUK
Ada tiga dimensi penting dalam pembahasan tentang migrasi, yaitu : dimensi spasial, sektoral atau lapangan kerja (occupational), dan temporal. Migrasi dilihat dari dimensi spasial adalah menerangkan perpindahan penduduk atau mobilitas penduduk yang melintasi batas teritorial (administratif) atau geografi (Sudarmo, 1993). Salah satu bentuk migrasi secara spasial yang banyak terjadi adalah mobilitas penduduk desa-kota. Terjadinya gerak penduduk atau mobilitas tenaga kerja dari desa ke kota menunjukkan adanya ketidak seimbangan kesempatan kerja dan pertumbuhan angkatan kerja antara desa dan kota.
Migrasi dari dimensi sektoral melahirkan konsep mobilitas penduduk berdasarkan jenis pekerjaan (okupasi) baik yang sifatnya permanen atau musiman (Sumaryanto dan Pasaribu, 1996). Selain dimensi spasial dan sektoral, dimensi penting lainnya adalah dimensi temporal. Dimensi waktu ini melahirkan konsep migrasi komutasi, sirkulasi, dan permanen. Dalam kenyataannya, sangatlah sulit membahas masalah migrasi dengan konsep dimensi secara terpisah, karena antar dimensi tersebut saling terkait.

A. KONSEP DAN DEFENISI MIGRASI
Migrasi salah satu dari tiga komponen dasar dalam demografi.
Migrasi bersama dengan dua komponen lainnya, kelahiran dan kematian, mempengaruhi dinamika kependudukan di suatu wilayah
Tinjauan migrasi secara regional sangat penting dilakukan terutama terkait dengan kepadatan dan distribusi penduduk yang tidak merata
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional).
Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) lain.
Ada dua dimensi penting dalam penalaahan migrasi, yaitu dimensi ruang/daerah (spasial) dan dimensi waktu.

Pendekatan kontekstual dalam analisis migrasi menekankan pentingnya factor kesempatan kerja, tingkat upah, serta aksessibilitas terhadap fasilitas sosial maupun ekonomi. Sementara itu, pendekatan expektasi dalam analisis migrasi menekankan pentingnya nilai dalam mempengaruhi niat bermigrasi seperti kemandirian, affiliasi, dan moralitas.

B. JENIS – JENIS MIGRASI
migrasi internasional,yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain
migrasi internal perpindahan yang terjadi dalam satu negara, misalnya antarpropinsi, antar kota/kabupaten, migrasi perdesaan ke perkotaan atau satuan administratif lainnya yang lebih rendah daripada tingkat kabupaten, seperti kecamatan, kelurahan dan seterusnya. Jenis migrasi yang terjadi antar unit administratif selama masih dalam satu Negara



Perhitungan angka migrasi biasanya didasarkan pada tiga kriteria;
Pertama, life time migration(migrasi seumur hidup) yang menyatakan bahwa seseorang dikatakan sebagai migran bila tempat tinggal waktu survei berbeda dengan tempa tinggal waktu lahir
Kedua, recent migration yang menyatakan bahwa seseorang dikatakan sebagai migran bila tempat tinggal waktu survei berbeda dengan tempat tinggal lima tahun sebelum survei.
Ketiga, total migration(migrasi total), yang menyatakan bahwa seseorang dikatakan sebagai migran bila dia pernah bertempat tinggal di tempat yang berbeda dengan tempat tinggal waktu survei


C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MIGRASI
1. Faktor Pendorong
Makin berkurangnya sumber sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barangt ertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu atau bahan dari pertanian.
Menyempitnya lapangan pekerjaan ditempatasal (misalnya tanah untuk pertanian diperdesaan yang makin menyempit).
Adanya tekanan-tekanan politik, agama, suku sehingga mengganggu hak azasi penduduk di daerah asal.
Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan
Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.






2. Faktor Penarik
Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaikan taraf hidup.
Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.
Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya
Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar tersebut


D. CONTOH EMPIRIS (Pulau Jawa : Jawa Barat, Banten, Bodetabek, Banten, Jateng, DIY, Jatim)

LATAR BELAKANG
Tantangan dan permasalahan kependudukan (besaran, sebaran, struktur) Fenomena migrasi di Indonesia (ketimpangan, motif ekonomi)􀃆push & pull factors (Skeldon, 1990) : keterkaitan migrasi dengan pembangunan Polamigrasi: pulau Jawa–JawaBarat+ Banten-Bodetabek Trend migrasirisen ke Jawa Baratter konsentrasi di Bodetabek 37% (2000) naik menjadi 49% (2005).


Trend Migrasi Masuk












Trend Pengangguran



Gambaran Umum Wilayah BODETABEK



Distribusi Migrasi Masuk ke BODETABEK Berdasarkan Daerah Asal

Distribusi Migran Riset Tenaga Kerja Menurut Daerah Asal Tahun 2005 Berdasarkan Kelompok Umur



Alasan Pindah Migran Asal Internal BODETABEK



Alasan Pindah Migran Asal Internal Jakarta




Alasan Pindah Migran Asal Internal DIY, Jateng, Jatim

PERKEMBANGAN DESA MOMPANG JULU DARI TAHUN 2001 HINGGA 2010


PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Latar belakang penulisan tugas ‘Perkembangan Mompang julu Dari tahun 2001 hingga 2010’ ini adalah sebagai tugas mata kuliah Urban dan Regional Planning di Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah ditugaskan oleh dosen pengasuh matakulaih yang bersangkutan Bapak Ir. Jeluddin Daud, M.Eng yang akan dikumpul pada tanggal 05 April 2010
2. Pengertian
Pengertian-pengertian yang digunakan dalam Penyusunan Tugas ini adalah sebagai berikut:
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai suatu kesatua wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan kegian serta memelihara kelangsungan hidupnya
Pengembangan adalah hasil dari struktur dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak direncanakan
Penataan ruang adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
Perencanaan Pengembangan adalah perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang yang meliputi tata guna lahan tata guna air dan tata guna sumber daya lainnya yang dilakukan melalui proses dan penyusunan sesuai ketentuan yang berlaku
Pola pemanfaatan ruang adalah beentuk hubungan antar berbagai aspek sumber daya manusia, sumberdaya alam , sumberdaya buatan, dengan social, budaya, ekonomi, teknologi, informasi, administrasi, pertahanan, keamanan berdasarkan dimensi ruang dan waktu yang dalam kesatuan secara utuh menyeluruh serat berkualitas membentuk suatu ruang
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsure terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrative dan atau aspek fungsional
Kawasan dalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsure terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsi dan atau penggunaan lahan tertentu.

3. Klarifikasi dan verifikasi Data
Data-data yang digunakan dalam Tulisan ini diperoleh dari arsip Kantor Camat Panyabungan Utara, Website Badan pusat Statistik Sumatera Utara, Wikipedia Indonesia, dan dari cerita rekan-rekan sekampung penulis (sdr Asharuddin Nasution,dll)

LETAK GEOGRAFIS
Mompang julu terletak di kaki pegunungan bukit barisan, sehingga struktur tanahnya tidak sepenuhnya datar, tetapi bergelombang dan berbukit-bukit. Jika dilihat dari model dasarnya, seluruh kampung ini dan persawahannya berada pada sudut miring ± 10-40 derajat , dengan medan dan perbukitan yang terjal hingga hampir 80 derajat, bisa dipastikan bahwa mata air amat banyak di desa ini, terutama di rura (lembah) bukit-bukitnya.

Dengan luas ± 10 km , sebagian besar di dominasi oleh lahan perkebunan karet (35%), perkampungan (20%), persawahan dan ladang (30%) dan sisanya adalah hutan dan semak belukar yang terutama di bukit-bukit Barisan. Walau secara geografis terletak di dekat garis khatulistiwa (01 LU), musim hujannya adalah dari bulan Oktober-Maret dan kemarau di bulan April-September, namun seiring dengan pemanasan global sekarang ini, perubahan musim jadi tidak menentu.

Pada 1998, kemarau yang hebat di hampir seluruh Sumatera khususnya di Mompang Julu menyebabkan debit air sungai Siala Payung tidak sampai ke sebagian besar sawah, dan karena tiadanya air tersebut, sawah-sawah menjadi kering, hingga penduduk mengubahnya menjadi kebun karet, hingga sekarang hampir semua sawah di dolok (utara) kampung ini telah menjadi karet, terutama karena harganya yang relatif tinggi.

Desa Mompang Julu berbatasan dengan :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Bukit Barisan (Dolok Malea)
- Sebelah Timur berbatasan dengan Sarak Matua
- Sebelah Selatan/Barat Daya berbatasan dengan persawahan desa Gn.Barani/Rumbio
- Sebelah Barat/Barat Laut berbatasan dengan Mompang Jae


Sket sederhana Desa Mompang Julu Kec Panyabungan Utara Tahun 2001

Sket sederhana Desa Mompang Julu Kec Panyabungan Utara Tahun 2010


SEJARAH DAN KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
1. SEJARAH
Sejarah awal Mompang Julu tidak diketahui dengan pasti. Pada salah satu buku “Turi-turian ni raja Gorga di langit” disebutkan bahwa pada tahun 1600-an di Mompang Julu telah lama berdiri sebuah kerajaan dan mungkin bukan bermarga Nasution seperti yang ada sekarang. Ketika terjadi perselisihan antara kerajaan Panyabungan Tonga dengan Lumban Kuayan, pihak Mompang membantu Lumban Kuayan. Kerajaan di sini adalah berupa suatu kampung dan daerah sekitarnya yang dipimpin oleh seorang raja (kepala desa sekarang). Raja ini dianggap sakti dan mempunyai pengaruh yang kuat di masyarakatnya dan merupakan hak turun-temurun.
Karena hal itu, kerajaan Mompang diserang oleh Panyabungan Tonga, namun dapat ditangkis oleh Mompang terutama berkat kecakapan Hulubalangnya yang bernama Huting Jalang(kucing liar). Setelah itu pihak Panyabungan Tonga menawarkan perdamaian yang merupakan suatu muslihat untuk menaklukkan Mompang. Ketika perundingan berlangsung, pasukan dan rakyat Panyabungan Tonga sudah bersiap-siap di tepi Aek Siala Payung. Ketika bungkusan daun makanan penghulu Panyabungan Tonga hanyut melewati pasukannya di tepi Aek Siala Payung yang merupakan isyarat bahwa perundingan telah gagal, dengan segera rakyat dan pasukan PanyabunganTonga meyerbu Mompag. Seluruh penduduk yang ditemui dibunuh dan kampung itu dibakar. Hanya seorang putri raja yag berhasil melarikan diri dengan pengiringnya yang setia ke Dalu-Dalu.
Dengan kekalahan ini, Mompang menjadi wilayah Kerajaan Panyabungan Tonga. Keturungan raja-raja di Mompang masih satu darah dengan raja-raja di Panyabungan Tonga-Huta Siantar-Manyabar-Pidoli. Kata Mompang juga tidak jelas asal-muasalnya. Mungkin berasal dari kata mangompang (tanggul-tanggul penahan air) dan juga tidak diketahui persis sejak kapan kata itu dipakai. Kampung Mompang ada 2, yaitu Mompang Julu dan Mompang Jae. Dulu kampung ini satu, kemudian oleh raja Mompag di bagi 2 untuk putranya. Yang kita bicarakan disini adalah Mompang Julu. Kampung yang dulunya tempatnya bukan di perkampungan sekarang, tetapi di Saba Dolok/Saba Alasona di utara desa yang sekarang dengan nama Huta Lobu.


Peninggalannya yang masih dapat dilihat sampai sekarang adalah komplek makam-makam kuno yang pernah beberapa diantaranya dibongkar orang untuk mengambil barang-barang berharga yang dikubur bersama mayat. Kepercayaan penduduknya waktu itu masih bersifat animisme/dinamisme. Walaupun agama Islam telah sampai di Sumatera (khususnya Barus dan Aceh) pada awal abad ke-10, agama ini baru sampai ke Mandailing khususnya Mompang Julu pada tahun 1820-an ketika berlangsungnya penyerbuan kaum Paderi dari Sumatera Tengah/Barat pimpinan Tuanku Tambusai.
Penduduk yang ketakutan banyak yang melarikan diri ke hutan-hutan di sekitar kampung itu, karena konon kaum Paderi menangkapi wanita-wanitanya untuk dijual sebagai budak. Tempat pelarian itu sampai sekarang masih ada seperti Sianggunan (tempat mengayun anak), Tor Kubur dan lain-lain. Lama-kelamaan penduduk yang melarikan diri itu banyak yang balik lagi ke kampung dan mengubah kepercayaannya dengan sukarela. Memang tentang sejarah penyerbuan kaum Paderi ini sangat sedikit sekali diketahui (hanya dari mulut ke mulut). akhirnya Huta Lobu pindah ke komplek Polres Madina sekarang dan berganti nama menjadi Mompag dan sekarang sudah pindah lagi ke perkampungan yang sekarang yaitu sekitar mesjid raya ridhusshalihin ssekarang ini karena adanya peristiwa karom mompang(mompang bajir bandang akibat sungai siala payung meluap dan menenggelamkan kampung ini, konon karena ada seorang kakek tua yang datang ke kampung ini meminta makan tapi tidak ada seorang pun yang memberinya makan dan kampung ini kena kutukan(lebih halusnya disebut peringatan dari Tuhan) . Akibat peristiwa ini ibu ibu di kapung ini kebanyakan kalau malam hari sesudah makan malam menyisakan makanan sekedarnya jaga-jaga kalau ada yang datang meminta makanan.
Walaupun Belanda masa itu menguasai Indonesia khususnya di Mandailing, namun pengaruhnya di Mompang Julu dan Mandailing Umumnya tidak begitu terasa seperti di pulau Jawa dengan adanya Tanam Paksa dan Kerja Paksa. Di jaman Jepang, kehidupan baru terasa sangat sulit dengan terpaksa mengenakan pakaian dari kulit kayu dan goni. Pada tahun 1937, banjir bandang melanda Mompang Julu, hingga memaksa penduduknya mengungsi dan pindah ke tempat kampung yang ada sekarang. Mereka tidak balik lagi ketempat semula mungkin karen takut banjir susulan sewaktu-waktu akan datang lagi.


2. AGAMA
100 persen agama yang di anut masyarakat ini adalah Islam dan merupakan penganut agama islam yang taat, hal ini dapat terlihat dari kehidupan masyarakat sehari hari. Anak anak pesantren yang selalu memakai lobe kemana mana,setiap malam hari pergi mengaji Al Qur’an ke rumah ustadz, untuk tingkat anak anak SD belajar membaca ( Iqra’) dan yang setingkat SMP belajar musabaqah ( belajar cara menyanyikan bacaan Al Qur’an ). Demikian juga dengan kaum Bapak dan kaum Ibu yang mengadakan pengajian ( wirid ) setiap malam jum’at, kemudian setiap malam senin diadakan pengajian yaitu acara ceramah agama di mesjid dengan mengundang guru(syekh) dari desa Purba baru

3. SOSIAL
Kehidupan social masyarakat pada umumnya rukun dan damai, ini terlihat dari kebiasaan Naposo Bulung(Pemuda) dan Nauli Bulung(Pemudi) yang saling gotong royong setiap senin sore membersihkan Mesjid dan pekarangannya, selain itu masyarakat selalu gotong royong memanen padi (manyabi eme) yang dikenal dengan istilah ‘marsialap ari’.
Strata social masyarakat ckup bervariasi dari yang kaaya hingga yang miskin, namun sejauh ini tidak menimbulkan kesenjangan yang berakibat negative bagi kehidupan masyarakat secara umum. Karena banyak yang berprofesi sebagai toke(juragan)di kebun atau sawah karena untuk industry tidak ditemui di desa ini, baik industri kecil maupun industri besar.
Namun disisi lain, kehidupan sosialnya amatlah peka, dengan adanya ketimpangan ekonomi/sosial di sana, sering menimbulkan permusuhan diam (api dalam sekap) yang siap-siap kapan saja meledak bak bom waktu. Maka tak heran, bila tetanggan kita yang dua hari lalu makan dirumah kita hari ini bisa datang marah-marah bagai orang kesurupan.




4. ADAT/BUDAYA
Keberadaan adat bagi masyarakat Mompang julu sangat penting, karena kehidupan sehari-hari masyarakat tidak bisa dilepas dari adat budaya yang melekat kental yang diturunkan dari nenek moyang suku batak pada umumnya, namun banyak mendapat pengaruh dari adat budaya masayarakat Minang dari Sumatera Barat, termasuk masuknya Agama Islam dibawa oleh suku Darek(Minang) ke Mandailing melalui Rao-Panti diperbatasan Sumatera Barat dengan Sumatera Utara.
5. PENDIDIKAN
Sedangkan dari segi pendidikan, rata-rata yang tamat / tidak tamat SD ± 45%, SMP ± 25%, SMA ± 15% dan Sarjana/Akademi kurang dari 5%. Setelah tamat SD, banyak anak-anak yang melanjutkan ke SLTP atau ke Pesantren atau tidak melanjutkan sama sekali, namun kebanyakan putus ditengah jalan, terutama anak laki-laki di pesantren. Memang dapat dilihat minat masyarakat untuk melanjutkan study anak-anaknya sangat kurang, bahkan bagi yang mamapu sekalipun. Merekan lebih suka anaknya dekat dengan mereka daripada belajar jauh-jauh seperti di Medan, Pekanbaru dan Padang. “Sekolahpun kalau mau nyari kerja tetap nyogok-nya” itulah ungkapan yang sering mereka lontarkan.

Padahal banyak anak anak setelah tamat SD yang melanjutkan ke Pesantren tersohor di Sumatera utara yaitu Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru,namun kebanyakan terbengkalai tidak sampai tamat karena banyak yang tergiur untuk merantau ke daerah lain. Seharusnya meraka yang menjadi panutan masyarakat sebagai tokoh agama masa depan bagi Desa Mompang Julu, Mandailing Natal,dan Indonesia pada umumnya. Walaupun tidak semua yang berhenti sekolahnya ditengah jalan, masih ada sebaian lagi yang tetap melanjutkan sekolahnya, bahkan tidak sedikit yang berhasil mendapat beasiswa kuliah ke Universitas Al Azhar Kairo-Mesi, Maroko, Arab Saudi, Pakistan, Malaysia dan lain-lain. Bahkan sudah banyak yang telah kembali ke kampong dan menjadi Da’I ditengah-tengah msyarakat.





KAWASAN PERMUKIMAN
Kawasan Pemukiman warga Desa Mompang Julu yang sekarang ini merupakan pergeseran penggunaan lahan yang diakibatkan oleh banjir bandang sungai Siala Payung, sehingga masyarakat pindah kea rah barat menjauh dari daerah sungai Siala Payung tersebut.
Pada umumnya, pemukiman masyarakat berada di pinggiran jalan lintas sumatera dan sebagian di dalam yaitu di dalam gang-gang perkampungan yang sekarang sudah diaspal, namun gang ini tidak ada yang jauh menjorok kedalam, hanya kira-kira 200 meter.
Rata-rata rumah penduduk terbuaat dari beton(sekarang ini) namun kalau kita sudah tingggal dikampung ini sejak tahun 2001 atau sebelumnya, rata-rata rumah penduduk umumnya terbuat dari kayu atau bahkan dari bamboo, ini masih dapat kita jumpai umumnya yang didalam gang, karena yang dipinggiran jalan lintas sumatera sudah banyak yang mengalami perubahan menjadi rumah-rumah beton.
Tiap rumah tangga memiliki satu rumah masing-masing, hanya sebagian kecil yang mengontrak, itu pun biasanya yang mengontrak rumah adalah penduduk pendatang yang baru bermukim di desa ini, seperti keluarga polisi yang baru bertugas di Polres Mandailing Natal, karena kantor Polresnya sendiri terletak di kampong ini.
Ada juga yang menompang dengan orang tua, bagi pasangan suami istri yang baru menikah, namun ini biasanya hanya berlangsung tidak lama, karena tidak lama setelah itu pasangan suami istri baru tersebut akan membangun rumah dekat dengan rumah orang tua pihak keluarga laki-laki maupun kaluarga perempuan.
KAWASAN PERKEBUNAN
Kawasan Perkebunan umunya terletak di dolok(utara), karena letak perkebunan ini tpografinya lebih curam dan lebih tinggi dari pada kawasan pemukiman, namun ada juga sebagian kecil yang terletak di bagian selatan dari kawasan pemukiman warga.
Lokasai perkebunan ini berada di wilayah bukit barisan sehingga cukup curam sebaigannya, dan perkebunan ini merupakan perkebunan milik warga desa mompang julu yang diwariskan turun menurun, yang oleh warga di Tanami dengan pohon karet (hampir seluruhnya), namun diselingi juga dengan pohon kelapa dan pohon durian (hanya sebagian kecil).
Luas areal perkebunan dari dulu sampai sekarang di desa Mompang Julu mengalami pertambahan karena pada saat terjadinya musim kemarau tahun 1998, masyarakat yang memilki areal sawah di sebelah dolok(utara) mengubahnya menjadi perkebunan karet, ditambah lagi dengan pembukaan perkebunan baru di sekitar bukit barisan, karena dulu masih sulit menjangkau kesana, sekarang karena akses jalan di sebagian perkebunan warga sudah lebih bagus dan banyak pemuda di kampong ini yang menganggur(tidak memilliki pekerjaan tetap) membuka hutan di bukit tersebut dan menanaminya dengan tanaman karet, hal ini terjadi ahir-ahir ini sekitar tiga tahun belakangan ini.

KAWASAN PERSAWAHAN
Kawasan Persawahan penduduk berada di sebelah (lombang) selatan permukiman, dan ini merupakan mata pencaharian dominan kedua detelah berkebun karet, luas areal sawah ini di airi dengan adanya sungai siala paying dan pada tahun 1980-an sudah dibangun bangunan irigasi untuk mengairi sawah penduduk, namun pada tahun 2000-an mangalami kerusakan karena penduduk banyak yang membuang sampah ke aliran irigasi ini, kemudian pada tahun 2007 dibersihkan lagi oleh pemerintah daerah mandailing Nata, namun hanya sebentar saja irigasi ini berfungsi karena masyarakat masih membuan gsampah ke irigasi ini.
Namun, walaupun irigasi sudah tidak berfungsi lagi, areal persawahan penduduk ini tetap mendapat air yang cukup, masyarakat membuat saluran-saluran air untuk sawah mereka seadanya, dan ini mungkin yang menyebakan tidak begitu pedulinya masyarakat terhadap saluran irigasi yang sudah ada tersebut.
Secara umum dari tahun 2001 hingga 2010 areal persawahan di Desa Mompang Julu tidak mengalami penambahan muapun pengurangan luasnya, karena pertimbuhan pemukiman penduduk pun tidak begit signifikan dan tidak sampai mengurangi areal persawahan yang ada.




PEREKONOMIAN DESA
Mata pencaharian penduduk masyarakat Mompang Julu sebagian besar adalah Petani/usaha pertahian (75%), perekonomian (10%), jasa dan lain-lain (10%). Dengan mayoritas petani, karet meruopakan tanaman yang sangat penting, bahkan pada sebagian warga, karet adalah satu-satunya sumber penghasilan. Dengan harga relatif tinggi (Rp. 6.000,-), seharusnya kehidupan masyarakatnya pastilah bagus, atau setidak tidaknya diatas garis kemiskinan, tapi lihat saja waktu adanya pembagian dana BLT dari dana kompensasi kenaikan BBM, karena dirasa tidak adil, ada anggota masyarakat yang berkelahi atau hampir-hampir berkelahi. Kenapa hal ini terjadi ?
Hal itulah yang menyebabkan banyaknya para pemudanya yang memilih merantau seperti ke Medan, Pekanbaru, Pulau Jawa bahkan ke Bali, Kalimantan dan Sulawesi.

Beberapa orang dari mereka yang merantau diberbagai daerah, bahkan luar negeri banyak yang telah berhasil, atau setidak-tidaknya kehidupannya dirasakan lebih baik dari di Mompang Julu. Tapi banyak juga mereka terutama yang telah berhasil lupa dengan kampung halamannya. Entah karena tidak mengenal kata “Balas Budi” atau tidak peduli sama sekali untuk membangun kampungnya setidaknya membantu orang yang mau merantau ketempatnya.

Para perantau yang tidak lupa kampungnya, terutama keluaraganya, sering mengirimkan sejumlah uang sehingga sedikit banyak telah meningkatkan taraf hidup masyarakat.
A. PERTANIAN
Perekonomian masyarakat Desa Mompang Julu bisa dikatakan bersandar pada sector pertanian, karena sejumlah besar penduduk mata pencahariannya adalah petani
B. PERIKANAN
Perikanan Desa Mompang Julu cukup memiliki prosrpek yang bagus, namun sejauh ini tidak mendapat perhatian yang serius baik oleh aparatur desa, pemerintah dan penduduk, perikanan hanya sebagai tambahan penghasilan bagi masyarakat.sektor perikanan ini masih perlu perhatian lebih unutk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
C. PETERNAKAN
Sektor Peternakan juga tidak jauh berbeda dengan perikanan, sector ini hanya sebagai penghasilan tambahan bagi masyarakat dengan membuat kandang ayam atau itik dibelakang rumah mereka.
D. PERDAGANGAN
Selain perkebunan, pertanian, perikanan dan peternakan, mata pencaharian penduduk yang lainnya adalah perdagangan, dan perdagangan tidak dominan oleh penduduk desa ini, mereka yang bermatapencaharian sebagai pedagang umumnya berbadang dari poken ke poken(pasar ke pasar) karena di hampir tiap tiap kecamatan mempunyai pasar sendiri-sendiri yang buka hanya pada hari pekan, masing-masing pekan mempunyai ahri pekan sendiri,misalnya di Mompang hari pekannya pada hari senin, di Panyabungan pada hari Kamis, dan lain lain.
E. JASA DAN INDUSTRI KECIL
Sektor ini hanya sedikit sekali di jumpai di desa Mompang julu, karena tidak memiliki prospek bisnis yang menjanjikan, misalnya hanya tukang pangkas, tukang urut dukun patah,dll.
F. KETERKAITAN DENGAN WILAYAH LAIN
Desa Mompang Julu memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan wilayah lain, misalnya dengan dengan panybungan, karena Panyabungan merupakan ibukota kabupaten(jaraknya 6 km dari Mompang Julu), keterkaitan ini hampir disegala aspek, misalnya untuk menjual hasil perkebunan dan pertanian banyak dijual ke Panyabungan, siabu, kota nopan dan lain lain. Demikian juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, banyak juga penduduk yang berbelanja ke wilayah lain.
Sedangkan hasil perkebunan karet biasanya penduduk menjualnya ke toke karet(juragan karet)yang membeli karet penduduk dan menjualnya langsung ke Medan (industri ban). Namun dulunya hal ini tidak demikian karena karet penduduk dijual ke tengkulak yan gmengakibatkan harga jual karet bagi masyarakat rendah.





KONDISI PERUMAHAN DAN INFRASTRUKTUR
1. PERUMAHAN
Letak perumahan penduduk umumnya berada di sekitar jalan lintas sumatera yang melintasi Desa ini, namun secara umum kondisinya tidaklah buruk, karena hampir tiap rumah tangga memiliki rumah sendiri.
Pada tahun 2000 jumlah rumah yang ada di desa Mompang Julu berjumlah 398 unit, ssedangkan pada tahun 2007 sudah mencapai 646 unit. Ini merupakan pertumbuhan yang cukup pesat dibanding dengan desa lain disekitar desa mompang julu.

2. INFRASTRUKTUR DAN UTILITAS
A. JARINGAN JALAN
Jaringan jalan di desa ini bisa dikatakan sanga bagus, akses menuju dan dari desa ini sangat mudah dicapai karena berada di pinggir jalan lintas Medan-Padang. Sehingga hasil perkebunan, pertanian dan hasil bumi lainnya mudah untuk di jual ke daerah lain. Kondisi jalannya sekarang sudah sangat bagus, khususnya di wilayah Mandailing Natal. Untuk menjangkau Medan atau Padang bisa dikatakana sangat mudah karena kondisi jalan sudah sangat bagus,hanya ada sedukit kerusakan di jalan dari Panyabungan ke medan yaitu di aek latong-tapanuli selatan.
Hal ini tidak demikan jika kita tinjau pada tahun sebelum tahun 2000, kondisi jalan waktu itu masih jelek secara umum, khususnya diperbatasan antara Mandailing Natal dengan Tapanuli Selatan, perbatasan antara Tapanuli Selatan dengan Tapanuli Utara, dan perbatasan antara Mandailing Natal dengan Sumatera Barat.
Masyarakat tentunya sangat senang dengan perbaikan jalan ini, karena mereaka lebih mudah untuk mengakses wilayah lain demikian juga untuk orang lain yang ingin ke wilayah ini menjadi lebih mudah. Sehingga potensi yang dimiliki bisa di eksplor lebih banyak lagi.





B. SALURAN DRAINASE (AIR KOTOR/SANITASI)
Air buangan rumah tangga biasanya di buang ke pari yang ada di sisi jalan dan dibuag ke sungai kecil yang ahirnya menyatu dengan sungai batang gadis di sebelah selatan.
C. AIR BERSIH
Air bersih yang digunakan oleh penduduk adalah air sumur dangkal, yang umumnya tiap rumah punya satu sumur, dan ini mencukupi.
D. PERSAMPAHAN
Pengelolaan sampah belum ada penanganan husus baik oleh masarakat maupun oleh pemerintah, karena dari dulu samapai sekarang belum mengalami masalah berarti, umunya penduduk membakar sampah masing-masing, walupun ada sebagian kecil yang membuang sampah ke saluran irigasi.
E. LISTRIK DAN TELEPON
Jaringan listrik masuk kedesa ini sudah sangat lama, mungkin karena desa ini berada di jalur lintas Medan Padang, demikian juga jaringan telepon, namun penduduk pada tahun sebelum 1996 masih banyak yang belum menggunakan listrik, demikan juga halnya dengan telepon, tapi sekarang ini hampir semua penduduk sudah menggunakan listrik, untuk jaringan telepon tidak mengalami perkembangan yang signifikan karena sudah adanya jaringan telepon seluler dari berbagai operator sudah ada sejak tahun 2002.
F. FASILITAS PENDIDIKAN
Desa Mompang julu memiliki gedung SD permenenn yang sudah ada sejak dulu, yaitu SD Negeri No 142602 Mompang julu dan pada tahun 1985 dibangun lagi satu gedung SDN INPRES Mompang Julu, kemudian ada 4 (empat) gedung Madrasah Ibtidaiyah, dulu hanya satu saja yaitu yang di depan mesjid raya Riyadhusshalihin, kemudian karena bertambahnya anak didik dibangun lagi di samping mesjid yang di gang bunga tanjung, kemudian pada tahun 1999 dibangun Madrasah Ibtidaiyah oleh perantau asal Mompang Julu yang telah sukses di Malaysia, beliau menghususkan sekolah ini untuk anak anak yatim desa ini dan anak kurang mampu.
Atas swadaya masyarakat, dibangun pula Madrasah Tsanawiyah pada tahun 2001 di belakan g Mesjid Raya Riyadhusshalihin, namun karena banyaknya Madrasah tsanawiyah di desa lain yang sudah banyak menamatkan anak didiknya (sejak zaman sebelum merdeka,yaitu Pondok Pesantren Mustafawiyah Purba Baru), dan juga dibangunnya ponpes modern Al Husnayain dan Royhanuljannah mungkin karena hal tersebut maka Madrasah tsanawiyah desa Mompang Julu ini kalah saing.
G. FASILITAS PERIBADATAN
Mesjid Raya Riyadhusshalihin sudah ada sejak lama, kemudian surau yang di gang bunga tanjung di perbesar menjadi Mesjid pada tahun 2003, kemudian juga di bangun Mesjid Al Ihsan di huta olbung(sebelah barat), jadi sekarang sudah ada tiga Mesjid di Desa Mompang Julu.
H. FASILITAS PEREKONOMIAN
Desa Mompang julu memiliki satu fasilitas perkonomian pasar yaitu berupa poken jong-jong(pasar berdiri),dimana pekan ini hanya ada waktu Bulan Ramadhan saja. Selain itu juga di jumpai ada sekitar 25 unit took/kedai yang tersebar di lokasi perumahan. Hail ini jauh berbeda dengan tahun 2001 yang hanya memiliki sikitar 10 unit toko.


PERANGKAT DESA
Perangkat tertinggi di desa ini adalah kepala desa yang dipilih langsung oleh masyarakat sejak dulu hingga sekarang, namun yang tidak kalah penting perannya adalah keberadaan system dalihan natolu(tiga tungku) yaitu mora, kahanggi, dan anak boru, demikian juga peran naposo nauli bulung (karang taruna) yang memiliki peran cukup penting di tengah-tengah masyarakat.







OBJEK WISATA
a. Bendungan Air
Tempat ini mungkin merupakan tempat paling populer dan paling banyak di kunjungi, terutama pada hari-hari liburan/menjelang liburan. Tempatnya berada di dekat kebun karet H. Atas (dahulu milik H. Abdurrahman/Kolol) di saba julu/saba bendungan. Selain tempatnya yang relatif mudah dicapai, baik dari Mompang maupun Aek Horsik. Ditempat ini kita bisa menikmati pemandangan yang bagus dengan latar belakang panorama Bukit Barisan, kebun karet, hamparan persawahan dan lekukan sungai Siala Payung sendiri. Selain itu kita tentunya dapat mandi-mandi sepuasnya dan bagi yang ingin ke sana sambil makan-makan (tentunya intu harus) tempat ini menyediakan tempat-tempat strategis, seperti di dekat puntu masuk/ngangga pertama ke bendungan itu tepatnya di bawah pohon karet, atau di bendungan itu sendiri, kayu bakarnya tinggal di amabidl rangting/dahan karet yang tyelah masak di dekat bendungan itu.

Tapi sayangnya, tempat ini nyaris tanpa perawatan. Sejak dibangun tahun 1990 dengan dana kira-kira 1 milyar, tempat ini seolah ditinggalkan begitusaja, shingga sekarang ditumbuhi semak-semak belukar yagn cukup lebat yang kadang menutupi bendungan itu sendiri. Lagi purla banyak masyarakat menganggap bendungan ini tidak efektif alias mubazir karena saluran airnya banyak yang tidak tepat sasaran. Tapi mudah-mudahan anda tidak kecewa saat berkunjung kesana, karena dibalik lebatnya semak-semak yang menutupinya, anda masih akan menemukan sepotong keindahannya.

b. Sampuran (Air Terjun)
Pada dasarnya, sampuran sangat banyak di Mompang Julu, yaitu di sepanjang aliran sungai Aek Siala Payung, hal ini dimungkinkan karena jalur sungai ini dari mata airnya di Dolok Malea yang tinggi, hingga alurnya harus melewati tempat-tempat yang kadang-kadang sangat curam, dan disinilah air terjun itu terbentuk. Diantara sekian banyak sampuran itu, yang paling terkenal adalah Sampuran na Donok (Air terjun yang dekat) dan Sampuran na Dao (Air terjun yang jauh), konon masih ada lagi sampuran yang tingginya ± 100 m di kaki Dolok Malean namun hal ini belum banyak diketahui orang, sehingga disini tidak dipublikasikan.
- Sampuran na Donok (air terjun dekat)

Air terjun ini terletak di sebelah utara (dolok) Mompang Julu, yaitu di dekat Saba Opong/Saba Dolok. Tempat ini sangat indah dengan aliran sungai Siala Payung nan jernih diantara bebatuan sungai berwarna-warni dan berbagai ukuran. Kita tentunya dapat mandi sepuasnya di tempat ini, terutama di air terjunnya yang pertama dengan tinggi ± 2 m, walaupun pendek namun derasnya aliran ait ditambah lekukan dua batu besar yang habis dikikis air, membuatnya (membentuk tempat bak kolam .
Tak jauh dari tempat ini nampaklah sampurannya (Sampuran pertama kadang disebut orang bukan sampuran). Sampuran ini sebenarnya tidak seperti air terjun pada umumnya karena sampuran ini terbentuk oleh apitan 2 batu besar, dan di celah antara keduanya, mengalirlah air sungai ini. Pernah pada bulan September 2004, celah antara kedua batuan itu dihalangi kayu besar yang hanyut dari hulu karena hujan deras, sehingga airnya meluap memanjang hingga lebarnya hampir 3 meter dan menimbukkan pemandangan yang indah. Dengan dikelilingi bermacam-macam pepohonan nan rindang diantara pepohonan kebun karet, suasanyanya tampak begitu indah dan alami.
Walaupun agak jauh dari kampung, namun sampuran ini dapat dicapai dengan jalan kaki selama ± ½ jam, dan tentunya bagi anda yang akan kesana pasti sambil makan-jmakan, yang mungkin telah disiapkan dari rumah, namun jika anda ingin masak rame-rame disana (dan tentunya lebih mengasyikkan), jangan lupa siapkan dengan lengkap dan bawa minyak tanah, karena kading ranting pohon atau karet yang kita ambil agak lembab, sehingga perlu pemancing api, dan kami ingatkan anda untuk tidak berteriak-teriak atau ketawa terlalu keras, karena sebagian orang percaya termpat ini dan sampuran-sampuran lainnya ada penunggunya, tapi hal ini hendaknya tidak mengurangi keceriaan anda di sana. Kalau sekiranya tempat in dikelola dengan baik dan professional, tentunya orang akan punya pilihan tidak hanya dengan Pintu Air Salambue yang terkenal itu, dan jangan lupa bawa kamera anda untuk foto-foto moment-moment anda yang pastinya indah dna menyenangkan bareng kawan-kawan anda.



- Sampuran na Dao(air terjun jauh)
Tempatnya berada di Dolok Malea berjarak sekitar 4 km dari Mompang Julu. Jika Anda menyukai lintas alam, tempat ini pasti akan menantang anda. Jika disampuran na Donok anda hanya menjumpai 1 sampuran saja dan ituopun pendek, maka ditempoat ini anda akan menemukan banyak air terjun yang sangt indah. Jika ingin kesana sebaiknya anda lakukan sambil camping (bermalam), karena jika anda datang langsung menuju sampurannya, anda pasti akan sangat kelelahan, selain karena medan menuju tempat itu hampir terus-menerus menanjak hingga ± 80m , dan kadang hingga menurun hingga ± 70m , anda juga harus menyusuri sungai dengan berjalan kaki selama hampir ½ jam dan mau tidak mau anda harus melakukannya, karena jalan satu-satunya mungkin hanya dari situ. Sedangkan jika anda mencoba melawan arus dengan datang dari Sampuran na Donok, anda mungkin tidak akan berhasil, karena jalur sungai ini kadang-kadang harus melewati tebing hingga 10 m.
Saat camping, anda bisa bermalam di sopo-sopo (gubuk) yang berada di atas tebing sungai. Anda bisa minta izin untuk menginap di salah satu gubuk yang banyak di situ (sekitar 4 gubuk) pada orang-orang yang menjaga kebun. Salah satu gubuk yang tempatnya sangat bagus adalah yang terdapat di lembah tepi sungai Siala Payung. Dari sini, kita bisa melihat indahnya alam dengan kehijauan rimbunan pepohonan hutan yang masih asli diselingi gemericik derasnya air sungai nan jernih dengan hawa sejuk dan berlatar puncak-puncak Bukit Barisan (Dolok Malea). Kami sarankan anda membawa perlengakapan dan bekal yang cukup, karena setelah sampai di sana, anda mungkin tidak akan berpikir 2 kali untuk mengambilnya balik ke kampung jika ada yang tertinggal.
Saat malam, anda bisa membuat api unggun sebagai penerangan dan pertanda sopo tempat anda menginap ada orang. Selain itu anda harus memasak untuk makan malam. Masakan anda bawa bisa indomie atau ikan kering plus tempe/kentang. Persediaan beras yang anda bawa harus cukup untuk 3 kali makan. Malam yang dingin akan membuat anda menyesal kalau tidak membawa selimut, karena hawa dinginnya Dolok Malea mungkin hampir sama dengan Brastagi di waktu pagi.
Paginya setelah memasak, anda bisa langsung menyusuri sungai untuk menuju sampuran. Waktu menyusuri sungai anda akan menemukan berbagai sampuran baik yang pendek maupun tinggi yang mengharuskan anda melompat karena jalan lain tidak ada lagi. Setelah berjalan kaki selama hampir ½ jam, anda akan sampai di pertemuan cabang sungai Siala Payung dengan anak sungai itu, di pertemuan dua sungai ini, anda akan melihat Sampuran tiga tingkat dengan panjang total ± 25 m.
Indahnya sampuran ini mungkin setidak-tidaknya bisa membuat orang berpikir dua kali untuk pergi ke Aek Sijorni(di sidempuan) kalau saja jalan kesana dibuat. Tempat ini memang belum banyak dikunjungi orang dan kalau dikelola dengan baik, tempat ini pasti akan mendatangkan hasil yang banyak.
Pulangnya anda harus menyusuri sungai kembali, sebelum sampai di sampuran na Donok, anda punya pilihan jalan lain, yaitu naik ke kebun H. Atas dan lewat darat sampai ke bendungan, atau jika tidak anda lanjutkan saja terus sampai saba Opong lewat sampuran nadonok. Nah sekarang, tertarikkah anda mengunjungi tempat nan indah ini ?

- Sungai Siala Payung
Hampir seluruh aliran sungai ini merupakan tempat-tempat menarik untuk dikunjungi buat rekreasi. Misalnya di sungai di daerah Saba Dolok dan Bendungan. Ini tergantung anda memilih tempatnya, dan pasti semuanya bebas pungutan alias gratis, karena seluruh tempat wisata di Mompang Julu untuk umum.

POTENSI BAHAN GALIAN PASIR DAN BATU KALI
Aliran sungai Siala Payung membawaa dampak positif bagi masyarakat desa Mompang julu, selain untuk mengiri areal persawahan, sungai ini juga digunakan sebagian masyarakat untuk menggali bahan tambang seperti pasir dan batu kali, terumatama yang mempunyai kerbau ( dan pedatinya ), mereka menambang pasir dan batu kali di sungai ini hamper tiap hari, tergantung permintaan. Namun penambangan ini masih sebatas itu saja, tidak ada upaya untuk mengembangkannya, terutama karena sekarang sudah dibangunnya kantor Pelres Mandailing Natal di samping aliran sungai yang biasanya digunakan untuk lokasi menambang pasir dan batu kali.



POTENSI RAWAN BENCANA ALAM
Desa Mompang Julu pernah mengalami banjir bandang akibat meluapnya sungai Siala Payung, ini terjadi sudah puluhan tahun yang lalu,dan ini yang merupakan penyebab pindahnya lokasi perumahan ke arah jae(barat). Desa ini juga masih bisa terancam dampak jika Gunung Sorik Marapi meletus, walaupun lokasinya masih jauh, tapi bisa terkena dampaknya, yaitu sekitar kurang lebih 30 kilometer.

KONDISI LINGKUNGAN
Kondisi lingkungan di desa mompang julu tidak mengalami banyak masalah, hanya saja perairan di sungai mengalami penurunan kualitas, hal ini bisa kita lihat dengan sedikitnya ikan yang ada di sungai. Biasanya bondar (parit) yang ada di daerah Mandailing Natal baik yang di persawahan, di kebun, di pinggir hutan atau bahkan yang ada di kampung itu sendiri, mempunyai banyak ikan, misalnya gulaen (ikan) aporas, burirak, ikan kepala timah, ikan gabus, ikan mas, ikan lele, mujahir, nila maupun ikan yang datang dari sungai Batang Gadis ke sungai Siala Payung (seperti cen-cen). Namun bondar yang mempunyai banyak ikan sekarang di Mompang Julu seperti tinggal ingot-ingotan (kenang-kenangan) saja karena keadaanya sudah tidak demikian.
Jika anda memancing di bondar-bondar yang ada di Saba Donok saja misalnya pada tahun 1990-an, hanya dengan modal sebuah pancing, cacing tanah dan sedikit kesabaran, insyaAllah anda akan pulang ke rumah dengan membawa ikan yang cukup untuk satu kali masak. Apalagi kalau anda membawa kail taon (pancing yang dipasang seperti perangkap), anda tentu akan membawa pulang beberapa ekor ikan gabus dan ikan lele. Tapi jangan lagi berharap keadaan seperti itu akan anda alami jika anda memancing di bondar-bondar itu sekarang. Yang anda dapatkan mungkin hanya kekesalan dan mungkin sedikit mengupat karena kesal tidak mendapatkan ikan seekorpun. Dan kalaupun anda beruntung, mungkin anda hanya akan mendapat 1 ekor aporas dan beberapa ikan kepala timah kecil yang pastinya tidak akan cukup untuk dimasak.
Hal di atas bukan karena ikan-ikan yang sekarang kekenyangan, tetapi disebabkan karena ikannya sendiri yang hampir tidak ada lagi di bondar-bondar itu. Trafo Listrik(setrum) dan racun ikan (air mas), ya..alat itulah yang menyebabkan ikan-ikan itu hilang dan musnah. Walaupun banyak anggota masyarakat yang mengecam tindakan ini, namun sebagian warga masyarakat Mompang Julu yang mempunyai pikiran pendek tetap melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat setrum ini. Orang-orang ini juga menyewakan alat setrum ikan tadi kalau sedang tidak digunakan. Sebut saja seorang warga yang tinggal di Banjar Lombang.


Semua bondar (parit) di areal persawahan dan kebun di Mompang Julu mungkin tidak ada yang luput dari serangan alat setrum ini. Mulai dari Saba Donok, Saba Jae Bondar, Saba Julu, Saba Dolok, Saba Lombang, Saba Gunung Barani, Huta Olbung bahkan sungai yang ada di Sianggunanpun tidak luput dari sisiran orang-orang ini. Padahal kalau orang-orang ini mau sedikit menggunakan otak di kepalanya untuk memikirkan akibat dari perbuatannya, maka hal ini mungkin tidak akan terjadi. Ikan-ikan baik besar maupun kecil akan mati tersetrum listrik. Bahkan telur-telurnya sendiri akan hancur seperti di rebus. Akan di butuhkan waktu bertahun-tahun untuk memulihkan kondisi bondar-bondar ini seperti keadaan semula, itupun kalau kegiatan menyetrum ikan ini dihentikan dari sekarang!

Rabu, 14 April 2010

Transit Attitudes and Ridership in a Middle Sized Municipality: Responses from Two Crucial Audiences



 




INTISARI

Transit Attitudes and Ridership in a Middle Sized Municipality:
Responses from Two Crucial Audiences

Sikap dan Perpindahan Transit Bus di Tengah Kota:
Tanggapan Krusial dari Dua Audiens

W. Daniel Scheuch
Tesis diajukan pada
Sekolah Jurnalistik  Issac Reed Perley
di West Virginia University

sebagai bagian dari pemenuhan persyaratan
untuk tingkat
Master of Science dalam Jurnalisme

Ralph Hanson, Ph. D, Chair Ralph Hanson, Ph D, Ketua
Christine Martin, MA Christine Martin, MA
Wynn Norman, Ph. D. Wynn Norman, Ph D.
Ronald Althouse, Ph. D. Ronald Althouse, Ph D.

Sekolah Jurnalistik  Issac Reed Perley
Morgantown, West Virginia
2002


PENDAHULUAN
  1. Transportasi umum hampir secara universal  tersedia di AS, dapat diakses oleh semua penduduk AS
  2. Secara Finansial, layanan perejalanan menyeimbangkan kelangsungan hidup bagi banyak komunitas
  3. Transportasi umum adalah suatu pelayanan .Dengan demikian, angkutan umum bersaing dengan moda transportasi lain
  4. Sebagai perusahaan publik atau perusahaan semi swasta biasanya beroperasi tanpa kompetisi langsung
  5. Transportasi umum adalah perusahaan yang kompetitif, seperti yang lain, tergantung pada pangsa pasar yang cukup menarik.



Kelangsungan
  1. Kelangsungan sistem transit tergantung pada volume penumpang.
  2. Subsidi pemerintah  seringkali didasarkan pada arus penumpang yang pergi atau arus penumpang datang (Federal Transit Administrasi 1997a).
  3. Kongres menyediakan dana untuk masyarakat kecil pedesaan dan untuk mengurangi permasalahan dan polusi dan untuk menghemat bahan bakar.
  4. Kota-kota kecil bersandar pada dukungan Pemerintah pusat yang menyumbang lebih dari seperempat dari pendapatan rata-rata (Federal Administrasi Transit 1997b).





Persepsi masyarakat

  1. Pemerintah daerah dan Pemerintah pusat mensubsidi perjalanan dirasakan oleh masyarakat manfaatnya
  2. Harmatuck (1976) menemukan korelasi mengejutkan pada retribusi perjalanan mendukung bagi kalangan berpenghasilan tinggi.
  3. Harmatuck dan lain-lain (Close and Harmatuck Goncalves 1990; Voith 1994) telah melaporkan bahwa sistem transit yang efektif adalah seorang kontributor untuk sebuah citra masyarakat yang positif, serta pengurangan kemacetan lalu lintas dan polusi.

 

 Peluang Promosi dan Masalah Operasional
  1. Pertimbangan didasarkan pada nilai-nilai kunci mengarah pada perubahan perilaku pola konsumsi serta pergeseran sikap terhadap objek .
  2. Kampanye sukses memikat percobaan penggunaan yang baik. Namun, Oliver (1980) menunjukkan bahwa jika percobaan mengarah pada pengalaman negatif dengan suatu item, pengalaman itu akan membuat kuat, tahan lama kesan negatif tersebut.


Ringkasan
  1. Transportasi adalah layanan publik yang penting bagi ribuan orang di seluruh Amerika Serikat.
  2. Pengukuran sikap efektif, dari kedua pengguna transportasi dan masyarakat umum, dapat menunjukkan kekuatan sistem dan kelemahannya.
  3. Namun, dalam banyak tempat, layanan perjalanan lambat di ambang kelangsungan hidup, tak mampu memperluas atau meningkatkan layanan.
  4. Masalah operasional dan persepsi negatif dapat diidentifikasi dan ditangani.

TINJAUAN LITERATUR
  1. Sikap / Perilaku Pembinaan
  2. Memahami pengaruh sikap terhadap perilaku sangat penting untuk menerima kebutuhan sikap penilaian.
  3. Gordon Allport meninjau konsep pengukuran sikap pada pertengahan 1930-an
  4. Ia menyaring definisi yang telah bertahan hingga sekarang: "bahwa sikap adalah yang dipelajari kecenderungan untuk merespon sebuah objek atau benda di kelas secara konsisten menguntungkan atau cara yang tidak menguntungkan “

Behavioral Intentions Model: A Theory of Reasoned Action
  1. Konsep awal sikap yang rumit ketika para peneliti menyadari bahwa individu-individu sama kuat dengan sikap terhadap objek tertentu sering menunjukkan perilaku yang berbeda ke arah objek.
  2. Fishbein menggambarkan “ Theory of Reasoned Action” using the following equation:
  3. (Persamaan 1)
  4.  
  5.  
  6. (B = overt behavior; BI = behavioral intention; Aact = attitude toward
  7. performing an act; NB = normative belief; Mc = motivation to comply; w0 and
  8. w1 are empirically derived weights)
  9. Model ini tampaknya lebih komprehensif daripada usaha-usaha sebelumnya untuk membentuk suatu penyebab hubungan antara sikap terhadap objek sikap dan perilaku.
  10. Dua istilah dalam persamaan Fishbein memerlukan pandangan mendalam bagi komposisi mereka. Persamaan 2 menggambarkan Sikap terhadap melakukan suatu tindakan, yang dilambangkan oleh Aact
(B = keyakinan bahwa sebuah atribut yang mengarah pada hasil tertentu; e = positif / negative    evaluasi hasil tersebut; n = jumlah atribut; i = masing-masing khusus  attribute) Fishbein mengidentifikasi niat perilaku sebagai faktor mediasi pengaruh pada sikap perilaku.
Model Elaboration Likelihood
Ø  Cacioppo dan Petty (1985, Petty dan Cacioppo 1996) maju membangun sikap lebih lanjut dengan mempelajari variable persuasi.
Ø   Elemen dasar teori mereka adalah bahwa orang tidak memiliki kemampuan maupun motivasi untuk menghadiri setiap persuasif menarik yang telah membuka mereka
Ø  Setelah mempelajari faktor yang terkait dengan perhatian dan pemrosesan argument persuasive,  Cacioppo dan Petty (1985) mempresentasikan Model Elaboration Likelihood, atau ELM (Tabel 3) untuk lebih menjelaskan pengambilan keputusan konsumen.
Ø  Menurut Petty dan Cacioppo (1996), dalam kondisi elaborasi tinggi, orang lebih mungkin untuk menghadiri permohonan, akses yang relevan untuk asosiasi dan penelitian pesan argumen.
Ø  Salah satu kritik terhadap sikap dan perilaku pemodelan yang muncul pada awal 1980-an adalah kesulitan untuk mengidentifikasi dampaknya, atau perasaan, dan menemukan perannya dalam membangun sikap (Cooper and Croyle 1984; Chaiken 1980; Petty et al 1988).



Dukungan Untuk "Dua Rute"
  1. Chaiken (1980) mengembangkan teori dua rute persuasi, independen dari karya-karya Cacioppo and Petty.
  2. Penelitiannya menghasilkan bukti empiris untuk satu sistem yang rinci pengolahan isi pesan yang berbeda dengan yang lain, strategi sederhana individu yang menekankan pemrosesan informasi yang mendukung kepercayaan pada isyarat yang menyertainya.
  3. Salah satu variabel dalam persuasi sistemik adalah kualitas argumen (ibid.; Cacioppo dan Petty 1985; Petty dan Cacioppo 1996).
  4. Yang kedua adalah masalah relevansi (Chaiken 1980; Petty, Cacioppo dan Schumann 1983) juga disebut sebagai "keterlibatan" (Batra dan Ray 1985).

Keterlibatan Pembinaan
  1. Keterlibatan Pembinaan adalah elemen penting dalam penerapan langkah sikap konsumen. Batra dan Ray (1985) membedakan dua aspek keterlibatan,
  2.  Kelas produk Keterlibatan
  3. Pesan Respon Keterlibatan.
  4. Kelas produk Keterlibatan mengacu pada motivasi membangun berdasarkan evaluasi risiko dan diferensiasi merek
  5. Preferensi dikembangkan melalui proses " rute pusat " cenderung menjadi lebih kuat dan lebih kekal daripada yang dikembangkan melalui pengaruh periferensi.
  6. Keterlibatan Pesan Respon mengacu pada kedalaman pengolahan pesan dalam iklan
  7. Keterlibatan ini adalah fungsi penerima kemampuan dan kesempatan untuk memproses pesan.


Faktor individu pada Keterlibatan  Respon Pesan
  Cacioppo (et al 1986) diakui bahwa variabel individu sebagai faktor motivasi untuk memproses komunikasi,
  Beberapa individu, ia menemukan, lebih mungkin usaha penuh melakukan pemrosesan kognitif
  Untuk mengukur variabel individu ini, ia mengembangkan suatu skala  kebutuhan kognisi (NCS).


Signifikansi Iklan
  Keterlibatan produk memiliki signifikansi besar untuk perencanaan periklanan


Sebuah Uji empiris Dampak Iklan
  1. MacKenzie, Lutz dan Belch (1986) dibandingkan empat model pengaruh iklan niat untuk membeli sebuah merek (I).
  2. DMH memprediksi bahwa pada sikap terhadap iklan (AD) Dipengaruhi kognisi © Tentang merek serta merek mempengaruhi (A)
  3.  Ini membantah kebijaksanaan konvensional yang disarankan oleh Ajzen dan Fishbein
Persuasi         
  Petty dan Cacioppo (1996) mendiskusikan taktik periklanan modern yang mengacu pada sikap membangun Fishbein's
  yang paling mendasar, iklan kami berusaha untuk mempengaruhi keyakinan tentang produk dengan memberikan informasi.
  Responden yang diklasifikasikan hanya 27% dari isi iklan seperti yang berbas kognitif.
  Subjects terdeteksi hanya sekitar 12% dari isi iklan yang berbasis pada perasaan.
  Suatu tingkat yang lebih besar (17%) dari persepsi subjek yang tidak relevan dengan iklan.

Studi Transit dan Aplikasi Langsung
  Potensi untuk meningkatkan perlindungan transit relatif rendah di mana biaya marjinal yang tinggi atau permintaan rendah
  Permintaan tinggi, biaya relatif rendah dan kepadatan tinggi adalah kondisi yang berkorelasi dengan potensi pengembangan yang lebih besar.
  Harmatuck (1976) menemukan lebih berguna untuk mengelompokkan berdasarkan persepsi manfaat transit.
  Harmatuck membagi tiga kelompok
  yang pertama, ia menemukan, difokuskan terutama pada manfaat langsung bagi sendiri
  Kelompok kedua menggambarkan nilai transit sebagai pilihan
  Kelompok ketiga masyarakat mengidentifikasi manfaatnya
Sikap dan Demografi
  1. Berbagai penelitian telah menilai kebutuhan, prioritas layanan dan tingkat kepuasan transit konsumen
  2.  Studi ini penting dalam membimbing perbaikan operasional, perencanaan promosi, atau keduanya.
  3. Studi semacam itu secara konsisten telah diidentifikasi perbedaan sikap transit
  4. Membandingkan kota kecil dan pedesaan warga, mereka melaporkan opini publik mengenai sumber pendanaan dan target populasi untuk bis sistem lokal.



Dukungan Subsidi Lokal
ü  Para peneliti telah membuat katalog faktor-faktor demografi terkait dengan dukungan dari angkutan pendanaan umum.
ü  Di Madison, pungutan yang didukung oleh 75%
ü  Sheskin dan Stopher (1988) meminta subjek untuk menilai preferensi untuk transit sumber pendanaan.









PERMASALAHAN

Meskipun kekayaan literatur tentang pengembangan merek, sastra kecil ada sikap mengikatkan pengukuran pembangunan transit bus dan sama-sama kritis dukungan masyarakat bagi dana publik
Studi ini membahas kebutuhan kesadaran dan sikap konsumen menerapkan menemukan upaya komunikasi pemasaran untuk kota kecil angkutan umum.



HIPOTESIS

Pengendara  angkutan umum demografis menunjukkan perbedaan yang signifikan dari non-pengendara
Perbedaan dalam pola pembonceng diidentifikasi terkait dengan faktor-faktor demografi
Harmatuck (1976) dan Forkenbrock (1980) menemukan non-penumpang untuk lebih kemungkinan untuk hidup  jauh dari kantor, halte bis terdekat dan pusat distrik bisnis (yang terakhir ini faktor tidak akan diuji dalam  penelitian ini).
Juga, non penunggang memiliki pendapatan yang lebih tinggi (juga Voith 1994) dan lebih mungkin untuk menjadi pemilik rumah.







METODE

  Instrumen
  Survei Sikap transit (Lampiran 1) dinilai sikap menggunakan kedua empat belas item sikap transit daftar atribut
  Instrumen survei juga mencakup sebelas Pertanyaan profil demografis.
  Sampel
  Survei ini dilakukan di Morgantown, WV, sebuah kota kecil terbaring 75 mil dari Pittsburgh
  Dua sampel diambil dari populasi Morgantown untuk mengakses dua pasar relevan dengan pasar transit
  Di Analisis berikutnya, ia menemukan rider non-transit sikap untuk menjadi terkuat di antara bisnis pusat stakeholder kabupaten
  Ada beberapa alasan untuk keputusan ini.
  Pertama dan alasan utama adalah bahwa mahasiswa tidak dianggap oleh sistem transit manajemen konstituensi penting
  baik di kalangan pengguna bus atau di antara pemungutan suara public.
  Dengan pemilih saat ini partisipasi rata-rata 45-55%, itu merasa bahwa para siswa, sebagai suatu blok, akan berdampak kecil terhadap pungutan pendanaan transit.
  Selain itu, pada saat survei (April 1999) yang disediakan Universitas permintaan - Tanggapan transit kepada siswa tanpa mobil
  Universitas-mengoperasikan angkutan transportasi, juga disediakan"jalan-pulang" larut malam  bus gratis kepada para siswa perjalanan antara wilayah padat